Rabu, 24 Agustus 2011

Lebih lanjut tentang LCC

Sebelum membaca tulisan ini, mudah-mudahan anda tidak melewatkan artikel sebelumnya yang berjudul LCC (Low Cost Carrier) sebuah konsep. Mudah-mudahan anda tidak bingung karena hal-hal di bawah ini sebenarnya saling mempengaruhi dalam membangun konsep LCC secara utuh.
1. Biaya pegawai
Biaya pegawai di dalam airline pada umumnya terbagi menjadi 2 bagian besar yaitu : Biaya Pegawai Operasional Penerbangan dan Biaya Operasional Pegawai non Penerbangan.
Biaya pegawai dibentuk oleh 2 faktor yaitu Nilai dan Jumlah. Dalam konsep LCC, nilai yang dibayarkan pada masing-masing pegawai biasanya lebih rendah. Sebuah studi mengungkapkan bahwa rata-rata gaji pegawai cockpit crew di LCC lebih rendah 70% daripada normal carrier(NC). Perbandingan jumlah crew dengan jumlah pesawat yang dioperasikan lebih rendah pada maskapai LCC, sehingga perbandingan antara gaji/jam kerja juga lebih rendah.
Untuk pegawai non Penerbangan, penggunaan teknologi untuk menggantikan tenaga manusia terutama yang berhubungan dengan data processing, channel distribusi, maupun penggunaan tenaga outsourcing lebih diutamakan.
2. Penggunaan Secondary Airport
Untuk Indonesia mungkin masih jarang, airport Soekarno-Hatta memang mendirikan terminal khusus yang kemudian dimaksimalkan untuk airline berbiaya murah. Namun yang dimaksud di sini adalah airport tersendiri yang dikelola secara terpisah dari induknya.
Hal yang ingin dicapai adalah pengurangan bahkan mungkin penghapusan Landing Fee, Station Cost, bahkan mungkin biaya navigasi.
3. Tidak adanya catering
Dengan tidak adanya catering, maka jumlah cabin crew yang dibutuhkan menjadi lebih sedikit yaitu +/- 75 %-nya saja. Fungsi cabin crew sebagai safety dan service dimaksimalkan untuk safety. Walaupun demikian airline biasanya mencari tambahan pendapatan (ancilliary revenue ) melalui penjualan makanan, minuman, dan produk lain di pesawat.
Tidak adanya dapur, dan biaya-biaya sehubungan catering service. Cabin yang lebih bersih sehingga dapat menekan biaya cleaning. Dan biasanya penggunaan toilet berkurang sekitar 50%. Ini berarti menekan biaya untuk menguras isi toilet dan pengisian air untuk pesawat
4. Tidak adanya komisi penjualan atau komisi penjualan yang sangat rendah bagi travel agen
Pada umumnya airline LCC, memfokuskan penjualannya melalui direct sales, baik melalui call center maupun web sales. Airline LCC yang sukses melakukan penjualan melalui web sales sampai lebih dari 90%. Komisi penjualan, jika ada juga ditekan seminimal mungkin sehingga penumpang memang diarahkan untuk melakukan direct sales karena ketidakpastian harga maupun agen kurang suka menjual tiket LCC. Khusus untuk Air Asia misalnya, harga yang harus dibayarkan oleh penumpang atau agen adalah sama, jadi jika penumpang membeli melalui agen, agen mengenakan biaya tambahan pada penumpang.
Penggunaan web based reservation dan teknologi informasi ini membantu airline untuku mengurangi penggunaan tenaga kerja untuk pengolahan data penjualan, meningkatkan akurasi, dan kecepatan penyajian informasi untuk pengambilan keputasan oleh manajemen.
5. Struktur organisasi yang ramping untuk mengurangi biaya overhead
Dengan berkurangnya jumlah karyawan maka struktur organisasi juga dapat dibuat lebih ramping. Hal ini juga mengurangi biaya-biaya overhead seperti listrik, air, dan telepon administrasi. Penggunaan gedung yang lebih kecil baik milik maupun sewa dll.
6. Oursourcing tenaga kerja yang dianggap non-inti
Tenaga kerja seperti tenaga perawatan (maintenance), penanganan penumpang (passenger handling), penanganan pesawat (Aircraft Handling), dll. , diusahakan melalui outsorcing. Hal ini selain mengurangi resiko kenaikan gaji berkala, pensiun juga tunjangan-tunjangan seperti yang berhubungan dengan lembur. Pada umumnya LCC, jam operasional pesawat lebih panjang. Seringkali mulai subuh sampai hampir tengah malam.
7. Satu model pesawat atau sejenis
Penggunaan satu jenis pesawat dapat menekan investasi pada perlengkapan maupun peralatan di darat. Karena biasanya jenis pesawat yang berbeda membutuhkan peralatan yang berbeda pula.
Jumlah spare parts yang harus dipersiapkan juga lebih sedikit.
Biaya Training baik ground dan terutama air-crew dapat ditekan karena masing-masing karyawan hanya perlu training untuk satu type rating.
Namun jika diperlukan karena masalah teknis misalkan kemampuan satu model pesawat untuk landing di daerah urban, maka airline dapat memilih pesawat dalam satu type rating. Sebagai contoh Airbus A320, adalah satu type rating dengan A318, A319, A321. Jadi jika runway di satu airport terlalu pendek, operator A320 dapat mempertimbangkan penggunaan A319 maupun A318, dimana pilotnya tidak membutuhkan pendidikan lagi.
8. Pesawat yang lebih muda
Hal ini masih bisa diperdebatkan, namun harus diakui bahwa pesawat yang lebih baru membutuhkan maintenance yang lebih sedikit.
9. Outsourcing hampir semua lini, dengan negosiasi untuk mendapatkan inovasi dan menawarkan kontrak menyeluruh dalam jangka panjang untuk menurunkan biaya
Yup, alasan outsourcing sudah dijelaskan sebelumnya, namun dengan penggunaan pihak ketiga maskapai berharap dapat melakukan negosiasi yang hampir tidak mungkin dilakukan dengan pegawainya sendiri. Negosiasi dilakukan untuk pembuatan kontrak, biasanya maskapai meminta penurunan biaya per-handling seiring dengan peningkatan jumlah fleet di masing-masing daerah / airport.

Tingginya utilisasi pesawat dengan jam operasi yang lebih panjang, baik Flight Cycle (FC) maupun flight hour (FH) tentu saja dapat menurunkan biaya sewa pesawat/FC maupun biaya sewa pesawat/FH.
Selain itu maintenance planning yang berhubungan dengan hari kalender dapat dimaksimalkan. Sebagai contoh C-Check interval pesawat A320 adalah setiap 20 bulan/6.000 FH/ 4.500FC. Tanpa peningkatan jumlah utilisasi, seringkali pesawat terbentur pada hari kalender.
Operasional pesawat diluar jam sibuk juga lebih tinggi yang mungkin mengurangi biaya-biaya kebandaraan.
Seringkali waktu yang digunakan untuk ground handling juga lebih singkat, untuk mengurangi biaya parkir.

Kamis, 18 Agustus 2011

LCC (Low Cost Carrier) sebuah konsep

LCC atau Low Cost Carrier atau secara harafiah angkutan berbiaya murah adalah sebuah konsep yang digunakan angkutan umum dalam hal ini adalah maskapai penerbangan untuk menekan biaya produksinya. Biaya di sini tidak hanya biaya operational namun juga biaya nonoperasional.
Istilah LCC seringkali dicampuradukkan dengan penerbangan bertiket murah. Hal ini sebenarnya kurang tepat karena LCC sebenarnya berbicara tentang biaya yang ditanggung maskapai, sementara tiket adalah biaya yang ditanggung konsumen penerbangan (flyer) untuk menikmati jasa yang diberikan maskapai.
Sejak era munculnya Lion Air, Adam Air, masuknya Air Asia ke Indonesia, penurunan harga tiket pesawat begitu signifikan. Beralihnya Mandala Airlines menjadi maskapai yang menawarkan tiket murah beberapa tahun lalu juga memanaskan persaingan antar airlines untuk berusaha memperoleh konsumen yang sebanyak-banyaknya.
LCC pada umumnya dicapai dengan efisiensi diberbagai bidang, seperti :
1. Biaya pegawai, hal ini termasuk jumlah pegawai dan take home paynya. Baik di ground maupun air-crew.
2. Penggunaan secondary airport (jika ada), khusus untuk Indonesia Airport Soekarno-Hatta (CGK) menyediakan terminal 3 untuk airline berbiaya murah.
3. Tidak adanya catering.
4. Tidak adanya komisi penjualan atau komisi penjualan yang sangat rendah bagi travel agent.
5. Struktur organisasi yang ramping untuk mengurangi biaya overhead.
6. Oursourcing tenaga kerja yang dianggap non-inti.
7. Satu model pesawat atau sejenis.
8. Pesawat yang lebih muda.
9. Outsourcing hampir semua lini, dengan negosiasi untuk mendapatkan inovasi dan menawarkan kontrak menyeluruh dalam jangka panjang untuk menurunkan biaya.
Ciri lain dari sebuah maskapai LCC adalah tingkat utilisasi pesawat yang lebih tinggi baik block hour maupun flight hour sehingga menurunkan biaya sewa pesawat perflight,
Dengan biaya yang lebih rendah itu maka maskapai mampu menawarkan harga yang lebih kompetitif bagi konsumennya tentu saja tanpa mengorbankan aspek keselamatan. Hal ni juga dapat memicu tingginya tingkat density atau load factor per-flight yang pada gilirannya juga meningkatkan operation revenue dari maskapai LCC tersebut.
Jadi walaupun tingkat kenyamanan anda berkurang, anda tidak perlu terlalu khawatir karena aspek keselamatan adalah harga mati bagi sebuah airlines.
Artikel berikutnya berjudul Lebih lanjut tentang LCC

Jumat, 05 Agustus 2011

Amankah bepergian dengan pesawat ?

Sebuah pertanyaan yang sering muncul tentang keamanan bepergian dengan pesawat, apalagi dengan tidak jarangnya terdengar berita mengenai incident maupun accident yang melibatkan pesawat terbang negeri ini.
Data statistik masih membuktikan bahwa pesawat masih merupakan alat transportasi yang paling aman. Mengapa ?
Pada dasarnya pesawat dirawat dan dioperasikan oleh orang-orang yang terdidik dan terlatih dengan dibuktikan dengan sertifikasi yang secara kontinyu dinilai ulang. Tidak seperti SIM, sertifikasi pilot maupun teknisi harus diperpanjang pada periode yang relatif pendek, dengan kewajiban untuk mengikuti pendidikan ulang (recurrent) maupun simulator bagi para pilot.
DGCA (Directorate General of Civil Aviation), dalam hal ini DSKU (Direktorat Sertifikasi dan Kelaikan Udara) memiliki hak dan kewajiban untuk memastikan hal itu. Pada waktu-waktu tertentu petugas DSKU akan melakukan ramp-check atau pemeriksaan langsung ke pesawat yang bersiap untuk terbang. Terkadang hal ini menjengkelkan penumpang karena pesawatnya jadi delay. Setelah membaca tulisan ini mudah-mudahan anda bisa lebih bersabar, ya. Karena itu untuk kepentingan anda juga, kan ?
Pada dasarnya pemeriksaan di dalam penerbangan dibagi dalam 3 bagian besar yaitu : pre-flight check, in-flight check, dan post flight check dengan safety sebagai tujuan utamanya.
Kali ini saya membahas mengenai Pre-flight check saja.
Seorang petugas check-in yang cakap, dapat mengetahui apakah seorang calon penumpang memiliki resiko yang dapat membahayakan dirinya maupun orang lain dalam pesawat. Misalkan wanita hamil yang tua, tekanan di dalam pesawat dapat membahayakan kehamilannya dan jika sesuatu terjadi dapat menimbulkan kepanikan di dalam pesawat. Hal yang juga sering kali terjadi adalah seorang dengan penyakit menular yang memaksakan diri untuk ikut dalam pesawat. Penggunaan airconditioner dalam pesawat dapat dengan mudah menularkan penyakit dari satu orang ke orang lainnya. Hal ini sering diabaikan di alat transportasi lain. Pengecekan berikutnya dilakukan oleh petugas saat penumpang dalam proses boarding, dan saat memasuki pesawat pramugari(a)/flight attendant juga memiliki tugas yang sama.
Bagaimana untuk crew-nya ?
Biasanya crew akan melewati petugas flops (flight operations), petugas berhak melakukan penilaian secara fisik apakah crew tersebut layak untuk bertugas. Pilot yang matanya merah karena kurang tidur seharusnya jangan dibiarkan bertugas, kan ?
Mekanik akan melakukan pemeriksaan indikator, maupun komponen lain di dalam maupun diluar pesawat sesuai checklist yang sudah (line checks). Pada umumnya pemeriksaan pesawat terbagi menjadi line checks, A checks, C Checks, structural dan zonal inspection programme.
Pilot akan melakukan pemeriksaan kembali kondisi pesawat sebelum dan sesudah memasuki pesawat, dan memastikan informasi yang cukup untuk menerbangkan pesawat. Hal ini termasuk berat dan keseimbangan pesawat, sebelum dan setelah masuknya penumpang dan barang, bahan bakar, dan berat pesawat saat akan landing (load sheet). Informasi tambahan yang diperlukan seperti kemungkinan gangguan cuaca di aiport keberangkatan, rute perjalanan dan terutama airport kedatangan harus sudah diperoleh.
Hal-hal diatas hanya sebagian saja untuk memberi gambaran bagaimana sebuah penerbangan dipersiapkan, hal lainnya masih sangat banyak dan detail.