Senin, 04 Agustus 2014

Kebijakan pembatasan Bahan Bakar Solar

Pembatasan BBM bersubsidi, khususnya Solar

Sesuai dengan Surat Edaran BPH Migas No. 937/07/Ka BPH/2014 tanggal 24 Juli 2014, PT Pertamina (Persero) sebagai salah satu badan usaha penyalur BBM bersubsidi, akan mulai mengimplementasikan pembatasan BBM bersubsidi, khususnya Solar mulai 1 Agustus 2014.
Sebagai salah satu badan usaha penyalur, Pertamina menjalankan kebijakan tersebut yang dimulai pada tanggal 1 Agustus 2014, dimana seluruh SPBU di Jakarta Pusat tidak lagi menjual Solar bersubsidi.
Kemudian mulai tanggal 4 Agustus 2014, waktu penjualan Solar bersubsidi di seluruh SPBU di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Bali akan dibatasi dimulai pukul 08.00 sampai dengan pukul 18.00 untuk cluster tertentu. Penentuan cluster tersebut difokuskan untuk kawasan industri, pertambangan, perkebunan dan wilayah-wilayah yang dekat dengan pelabuhan dimana rawan penyalahgunaan solar bersubsidi. Sementara itu, SPBU yang terletak di jalur utama distribusi logistik, tidak dilakukan pembatasan waktu penjualan solar. Untuk wilayah-wilayah yang sudah menerapkan pembatasan ataupun pengaturan waktu seperti Batam, Bangka Belitung serta sebagian besar wilayah Kalimantan tetap akan menerapkan aturan sesuai yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setempat.
Tidak hanya Solar di sektor transportasi, mulai tanggal 4 Agustus 2014, alokasi Solar bersubsidi untuk Lembaga Penyalur Nelayan (SPBB/SPBN/SPDN/APMS) juga akan dipotong sebesar 20% dan penyalurannya mengutamakan kapal nelayan di bawah 30GT.
Selanjutnya, terhitung mulai tanggal 6 Agustus 2014, seluruh SPBU yang berlokasi di jalan tol tidak akan menjual premium bersubsidi, namun hanya menjual Pertamax series. Sampai saat ini total jumlah SPBU di jalan tol mencapai 29 unit. Dari jumlah tersebut, 27 unit SPBU ada di wilayah Marketing Operation Region III (Jawa bagian Barat) dan 2 unit SPBU ada di wilayah Marketing Operation Region V (Jawa Timur).

Pembatasan Solar Subsidi di Jakarta Pusat
Kebijakan pembatasan ini akan mendorong para supir bus maupun truk untuk mencari SPBU yang masih menjual solar bersubsidi. Para supir bus yang melalui daerah Jakarta Pusat tentunya akan mengisi BBM di lokasi sekitar Jakarta Pusat dan akan memicu antrean di wilayah-wilayah sekitarnya. Hal ini sangat mungkin mengakibatkan kemacetan dan memicu konsumsi BBM yang lebih tinggi untuk mengantre.
Bagi supir truk mereka membutuhkan BBM ekstra untuk memutar kendaraan mencari lokasi SPBU yang masih menjual BBM subsidi, jika tidak ada SPBU dimaksud dalam rute yang dipilihnya.

Pembatasan Solar Subsidi pada jam-jam tertentu
Hal ini mendorong para supir mengisi BBM kendaraan secara full mendekati jam 18.00 sehingga justru mengakibatkan antrian yang lebih panjang. Para supir truk dari perusahaan ekspedisi mungkin harus menunggu di SPBU sampai SPBU membuka kesempatan menjual solar bersubsidi, yang mana hal ini dapat menghambat distribusi barang. Sebagai informasi bahwa truk ekspedisi biasanya beroperasi 24 jam sehari dan lebih aktif pada malam hari saat kondisi jalan raya lebih lancar. Dan supir pengangkut bahan kebutuhan pokok terutama sayur-mayur bergerak pada sore hari menjelang malam dan harus tiba tengah malam di pasar induk.
Sekalipun dikatakan "SPBU yang terletak di jalur utama distribusi logistik, tidak dilakukan pembatasan waktu penjualan solar" namun penentuan lokasinya belum dijelaskan secara jelas dan tegas dan hanya memicu keraguan dan kebingungan.
Sebagai kesimpulan kebijakan ini akan menjadi sangat tidak efektif untuk mengurangi konsumsi solar bersubsidi namun justru akan meningkatkan konsumsinya, di pihak lain hal ini akan memicu inefisiensi dan menghambat distribusi. Dan tentunya hal ini akan memicu kenaikan harga barang yang akan dibebankan pada masyarakat, apalagi nelayan pun akan terkena imbasnya.


Prestasi Garuda Indonesia 2014

Pada 15 juli 2014 lalu, Skytrax sebagai  salah satu lembaga yang memberikan penghargaan dalam dunia penerbangan, kembali mengumumkan penghargaan yang mereka berikan pada beberapa airlines yang dianggap terbaik. Pengumuman dilangsungkan di Wind Tunnel Q121 (former Royal Aircraft Establishment), sebagai rangkaian dari Farnborough International Airshow.

Penilaian dilakukan melalui survey yang dilakukan pada traveller dari 160 negara dan berlaku untuk seluruh airline di dunia. Untuk melakukan survey tidak diperlukan pendaftaran maupun biaya, tidak ada keterlibatan pihak ketiga maupun sponsorship, tidak ada biaya untuk menghadiri acara World Airline Awards, tidak ada keterlibatan pihak ketiga dalam penilaian data dan survey ini tidak berhubungan dengan asosiasi perdagangan apapun.

Yang membanggakan pada acara tersebut salah satu airline Indonesia berhasil memperoleh penghargaan tertinggi pada salah satu kategori.

Adalah Garuda Indonesia yang berhasil merebut penghargaan terbaik pada kategori "World's Best Airline Cabin Crew Award in 2014".

Selain kategori itu, Garuda Indonesia juga memperoleh,
- ranking 7, dalam kategori Airline of the Year 2014
- ranking 7, dalam kategori World Best Airport Services
- ranking 9, dalam kategori World's Best Airline First Class
- ranking 8, dalam kategori World's Best Airline Business Class
- ranking 2, dalam kategori World's Best Airline Economy Class
- ranking 6, dalam kategori World's Best First Class Airline Seats
- ranking 9, dalam kategori World's Best Business Class Airline Seats
- ranking 3, dalam kategori World's Best Economy Class Airline Seats
- ranking 4, dalam kategori Best Airlines in Asia
- ranking 2, dalam kategori Best Airline Staff Service in Asia
- ranking 10, dalam kategori Best Economy Class Airline Catering

Berikut 20 besar airline terbaik 2014 versi skytrax :
1 Cathay Pacific Airways
2 Qatar Airways
3 Singapore Airlines
4 Emirates
5 Turkish Airlines
6 ANA All Nippon Airways
7 Garuda Indonesia
8 Asiana Airlines
9 Etihad Airways
10 Lufthansa
11 Qantas Airways
12 EVA Air
13 Swiss
14 Thai Airways
15 Virgin Australia
16 Air New Zealand
17 British Airways
18 Malaysia Airlines
19 Hainan Airlines
20 Bangkok Airways

Mudah-mudahan prestasi ini dapat menjadi pemacu semangat bagi Garuda Indonesia untuk semakin lebih baik dan menjadi barometer pelayanan industri penerbangan di Indonesia.